Tuesday, January 22, 2013

Mengenang Pak Tino Sidin: BAGUS! Satu Kata, Penuh Inspirasi



Pak Tino Sidin tidak pernah mengkritik langit yang tidak biru, tanah yang ungu atau ayam dengan warna merah menyala, semuanya bagus
Siapa yang masih ingat Pak Tino Sidin? Bagi pembaca yang berusia diatas 30 tahun dan mempunyai hobi menggambar niscaya bukan saja ingat, tapi everlasting mengenangnya. Sosok kebapakan dengan gaya seniman yang khas. Topi bareta, kacamata bingkai tebal, senyuman cengar cengir dan satu kata ajaib yang ditunggu jutaan pemirsa anak – anak Indonesia: Yak, Baguuuus!


Berbunga – bunga hati ketika gambar yang diangkatnya adalah gambar yang saya kirim ke redaksi TVRI acara Gemar Mengambar Bersama Pak Tino Sidin. Sumringah hati, terpaku di layar kaca ketika beliau mulai mengulas: Kiriman dari adek kita...doday, eehmm..dodiii ya dodi hidayat dari SD 05 pagi bintaro, kelas empat..ooo ada Superman sedang mengangkat kapal terbang yang terbakar, yak baguuusss! Semenjak itu, seperti ada energi mengalir dari layar TV memenuhi sanubari, penuh inspirasi dan semangat. Waktu itu dengan percaya dirinya saya akan jawab lugas pertanyaan klasik dari siapapun: Cita – cita Doddy apa? Pelukis!

Sesungguhnya Pak Tino Sidin adalah selebritis di jamannya. Kalau kita perhatikan tayangan filem atau drama seperti sinetron di TVRI dulu, kalau ada peranan seniman pasti style nya dibuat mirip beliau. Bukan saja diidolakan anak – anak, Pak Tino juga menjadi trend setter. Mengenang beliau menjadi penting bukan karena eksistensinya saja, tetapi sumbangsih beliau yang besar sebagai tokoh pendidikan nasional, khususnya motivator pengembangan kreatifitas. Bagi orang dewasa, cara beliau mengajarkan menggambar mungkin kelihatan remeh. Tarik gariiis, lengkung, lengkung besar, lengkung kecil, bulaat..nah jadi deh kucing. Tapi bagi kami anak – anak waktu itu, apa yang diterangkan adalah solusi praktis. Teknik yang diajarkan merupakan jembatan antara daya imajinasi anak – anak yang tinggi dengan media kertas dan spidol. Pak Tino tidak pernah mengajarkan kita menghapus. Menarik garis seperti rangkaian cerita tersendiri. Sekali coret harus berani menyelesaikan.
Pak Tino tidak pernah mengkritik langit yang tidak biru, tanah yang ungu atau ayam dengan warna merah menyala. Semuanya bagus. Semangat ini juga yang saya tanamkan pada Salma putri kesayangan saya. Semakin saya puji gambarnya, semakin berani dan kreatif karya – karya yang dibuat. Sayangnya pelajaran menggambar di sekolah justru menerapkan kurikulum sebaliknya. Penilaiannya adalah menggambar harus mirip dengan obyek aslinya. Langit harus biru, tanah coklat, daun hijau, matahari kuning. Padahal seni adalah ekspresi. Menggambar sama saja dengan membuat lagu, mengarang cerpen, membuat tarian. Persoalannya bukan sekedar pada teknik yang benar, komposisi yang rapih dan pakem – pakem lainnya. Karya seni adalah ekspresi jiwa. Karya seni yang baik dan memenuhi standar estetika tidaklah cukup, yang kita cari adalah karya novelties, masterpiece atau maha karya. Karya yang punya jiwa, cerita, pesan dan pengaruh.

Koleksi buku gemar menggambar, umurnya sudah 30 tahun, tapi masih rapih dan terawat

Satu hal lagi yang penting, berkarya bukan harus selalu menjadi seniman. Tetapi proses kreasi yang mampu menuangkan ide, gagasan, imajinasi menjadi karya itulah yang penting. Proses kreasi adalah proses eksplorasi yang menggunakan otak kiri dan kanan sekaligus, meramu kemampuan rasional dam emosional untuk menemukan hal baru disegala bidang. Itulah esensi kreatifitas yang tidak boleh dilupakan dan disisihkan dalam dunia pendidikan. Yang kita ingin lahirkan bukan sekedar manusia yang mampu mengikuti resep, tetapi mampu membuat konsep dan resep – resp baru bagi solusi kehidupan. Menciptakan ide, teori, karya, solusi yang lebih baik dari yang terbaik saat ini.

No comments:

Post a Comment

Van Der Valk IntroTV Theme Tune - Eye Level - Composed by Jack Trombey